Pendekatan konstektual
merupakan konsep pelatihan yang membantu trainer mengaitkan
antara materi yang disampaikan dengan situasi nyata peserta pelatihan dan
mendorong peserta pelatihan membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kondisi yang ada atau kondisi yang dialami oleh
peserta pelatihan (US Departement of Education, 2001).
Tugas trainer mengelola
pelatihan sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang
baru bagi (peserta pelatihan). Sesuatu yang baru (baca: pengetahuan dan
keterampilan) datang dari ‘menemukan sendiri’, bukan dari ‘apa kata trainer’.
Begitulah peran trainer dalam pelatihan yang dikelola dengan
pendekatan kontekstual.
Dalam pendekatan
kontekstual trainer harus melaksanakan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Mengkaji konsep atau
teori yang akan dipelajari oleh peserta pelatihan .
2. Memahami latar belakang
dan pengalaman hidup peserta pelatihan melalui proses pengkajian secara
seksama.
3. Mempelajari lingkungan
peserta pelatihan yang selanjutnya memilih dan mengkaitkan dengan konsep atau
teori yang akan dibahas dalam pelatihan dengan pendekatan kontekstual.
4. Merancang pelatihan
dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan
pengalaman yang dimiliki peserta pelatihan.
5. Melaksanakan penilaian
terhadap pemahaman peserta pelatihan, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan
referensi terhadap rencana pelatihan dan pelaksanaannya.
Dalam pendekatan
kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk pembelajaran yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing),
menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan
mentransfer (transferring).
Secara umum ciri-ciri
pendekatan kontekstual ialah:
1. Belajar berbasis masalah
(problem based learning), menggunakan masalah faktual sebagai suatu
konteks bagi peserta pelatihan untuk belajar perpikir kritis dan terampil dalam
pemecahan masalah, sehingga mereka memperoleh pengetahuan dan konsep-konsep
yang esensial dari materi pelatihan.
2. Pengajaran otentik (authentic
instruction), mengarahkan peserta pelatihan untuk mempelajari konsteks
bermakna terhadap fenomena-fenomena yang dihadapi.
3. Belajar berbasis inkuiri
(inquiry based-learning), menggunakan strategi pembelajaran yang
mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran
bermakna.
4. Belajar berbasis
proyek/tugas terstruktur (project based-learning), melakukan
penyelidikan terhadap masalah otentik, termasuk pendalaman materi dan
pelaksanaan tugas yang lain.
5. Belajar berbasis kerja (work
based-learning), menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi
pelatihan, serta menerapkan kembali materi pelatihan tersebut di dalam tempat
kerja.
Lanjut Baca>
Lanjut Baca>
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.